“Seorang pemain belakang hampir menjadi pahlawan karena tampil sempurna
dalam 89 menit, namun akan dianggap pecundang jika di menit 90 timnya
kebobolan. Sebaliknya, seorang striker bisa terlihat tidak berguna di
lapangan selama 89 menit kemudian menjadi pahlawan ketika mencetak gol
di menit 90.”
Begitulah ucapan seorang bek tangguh bernama
Alessandro Nesta, yang menggambarkan betapa sulitnya hidup seorang
pemain belakang. Padahal Nesta berasal dari Italia, negara yang sangat
menghargai peran pemain bertahan.
Nesta berulangtahun ke-37 jatuh
pada 19 Maret 2013 lalu. Pemain yang kini mencicipi kompetisi Major
League Soccer (MLS) bersama klub Montreal Impact ini adalah salah satu
bek terbaik yang pernah dilahirkan Italia, bahkan salah satu yang
terbaik di dunia di masa jayanya. Nesta menghabiskan karier gemilangnya
di dua klub, Lazio dan AC Milan. Ia meraih total 18 trofi untuk kedua
tim itu.
Nesta mengawali karier sebagai pemain klub ibu kota, SS
Lazio sejak usia 9 tahun. Ia pemain dengan visi permainan yang bagus.
Teknik dan umpannya akurat untuk ukuran pemain belakang, tidak heran
karena ia mengawali karier sebagai penyerang dan gelandang sebelum
mantap menghuni lini pertahanan.
Perjalanan karier Nesta untuk
menjadi bek kelas dunia tidaklah mudah. Dalam sebuah sesi latihan ia
pernah mematahkan kaki gelandang jenius Inggris, Paul Gascoigne, tahun
1993, tepat 20 tahun lalu. Nesta yang saat itu masih berusia 17 tahun
menangis karena merasa bersalah meskipun saat itu Gazza yang melakukan
tekel.
Namun sikapnya yang pantang menyerah membuatnya terus
berjalan meniti karier di Biancoceleste. Empat tahun setelah insiden
itu, Nesta yang masih berusia 21 tahun diangkat sebagai kapten tim.
Kepemimpinannya yang luar biasa membawa Lazio pada kejayaan yang
menghasilkan banyak trofi di akhir tahun 1990-an.
Nesta seperti
dilahirkan untuk menjadi legenda klub, karena kebetulan ia adalah putra
asli Roma. Namun dalam dunia sepak bola tidak ada yang pasti. Rangkaian
kesalahan manajemen memaksa Lazio menjual pemain-pemain terbaiknya saat
itu, termasuk Nesta. Dengan uang transfer senilai 30 juta euro, Nesta
terpaksa pindah ke Milan musim 2002/2003 sekaligus menjadikannya salah
satu bek termahal dunia saat itu.
Kehadiran Nesta di San Siro
seolah menjawab kebutuhan Milan akan bek tengah tangguh pasca pensiunnya
Franco Baresi. Dalam musim perdananya bersama Rossoneri, Nesta ikut
membawa Milan menjuarai Liga Champions dengan mengalahkan Juventus lewat
adu penalti di Stadion Old Trafford. Nesta turut menjadi algojo penalti
dalam pertandingan tersebut.
Karier Nesta di Milan tidak hanya
dilalui dengan kesuksesan. Serangkaian cedera sempat memaksanya absen
dalam waktu lama, misalnya pada musim 2006/2007 dan 2008/2009. Setelah
cedera yang memaksanya hampir pensiun itu, Nesta kembali menjadi bagian
penting Milan dengan penampilan gemilang sepanjang musim 2009/2010,
termasuk saat membawa Milan meraih juara di musim 2010/2011.
Setelah
Paolo Maldini pensiun tahun 2009, Nesta sebenarnya sudah memenuhi
syarat baik dari senioritas maupun kepemimpinan untuk menjadi kapten
Milan. Namun sebagai wujud kecintaan dan penghormatan bagi Lazio, klub
asal kota kelahirannya, Nesta selalu menolak kehormatan itu. Ia baru mau
menerima ban kapten saat pertandingan terakhirnya bersama Rossoneri
melawan Novara, tahun lalu. Sebuah sikap yang patut dicontoh.
Namun
Nesta bukanlah orang yang beruntung jika berbicara karier
internasionalnya bersama Italia. Cedera kerap menghampiri pemain
bertinggi 185 cm ini di saat penting. Dari lima turnamen internasional
yang diikutinya bersama Italia, ia hanya bebas cedera di Piala Eropa
tahun 2000 dan 2004. Di tahun 2006 saat Italia memenangi Piala Dunia,
cedera kembali menghalangi Nesta tampil penuh. Ia absen sejak partai
terakhir menghadapi Republik Ceko di babak penyisihan.
Karena
ingin fokus menangani cedera, Nesta kemudian mengakhiri karier di tim
nasional jelang Piala Eropa 2008. Di Piala Dunia 2010, Marcelo Lippi
sebenarnya sempat memintanya kembali, namun ia menolaknya. Dengan
demikian, Nesta secara total mengumpulkan 78 caps untuk tim nasional
Italia.
Secara permainan, Nesta adalah sosok bek idaman pelatih
dan tim mana pun. Ia mampu mengorganisir lini pertahanan dengan baik.
Tekelnya bersih dan kemampuannya menjaga penyerang lawan sangat
istimewa. Meski bermain di posisi yang rawan terkena hukuman kartu,
namun statistik memperlihatkan bahwa selama 20 tahun kariernya bersama 3
klub dan tim nasional Italia, ia hanya mengoleksi 42 kartu kuning dan 1
kartu merah.
Dengan catatan apik tersebut, Nesta seolah
menunjukkan bahwa menjaga lini pertahanan juga bisa dilakukan dengan
cara elegan tanpa bermain kasar. Ditambah teknik mumpuni dalam mengolah
bola dan membangun serangan, ia adalah tipikal bek sentral klasik Italia
yang menggabungkan kedisiplinan tinggi, kecerdasan taktik dan permainan
elegan.
Selamat ulang tahun, Nesta. Anda adalah salah satu bek terbaik yang pernah saya saksikan, meski hanya dari layar televisi.
Kamis, 21 Maret 2013
Alessandro Nesta, Sang Bek Tengah Klasik Italia

